Kamis, 15 Januari 2015

PERKEMBANAGAN KEPRIBADIAN YANG SEHAT KRITERIA PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG MATANG



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Balakang
Apa dan bagaimana kepribadian yang sehat? Setiap kali berbicara tentang kepribadian yang sehat, kesehatan kepribadian, atau kesehatan mental, sebenernya kita hanya dapat berbicara mengenai derajat kesehatan mental. Artinya kondisi kesehatan mental bukanlah sesuatu yang absolut. (Sadli: 1994). Tidak ada garis pemisah yang jelas antara sehat dan sakit, atau tidak mudah untuk membagi anggota masyarakat dalam dua kelompok yang jelas berbeda, mereka yang harus berada dalam rumah sakit jiwa dan mereka yang tidak perlu disana. Kerena membahayakan diri kita pada waktu-waktu tertentubisa menunjukan sifat atau pola prilaku yang bila berjalan secara terus menerus menyebabkan kita menjadi calon penghuni rumah sakit jiwa.
Dalam ilmu psikolog tidak ada satu teori kepribadian, tetapi terdapat banyak teori yang mengulas kepribadian. Misalnya, teori kepribadian yang psikoanalisis. Kepribadian menurut teori ini di bahas menggunakan konsep alam tidak sadar, alam prasadar, dan alam sadar. Selain itu ada juga teori kepribadian yang di kembangkan McCrea dan Costa, yakni Big Five Personality.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kepribadian ?
2.      Bagaimana proses perkembangan kepribadian ?
3.      Apa fase perkembangan kepribadian ?
4.      Apa kepribadian yang sehat ?
5.      Apa kepribadian yang matang ?
C.  Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian kepribdian.
2.      Untuk mengetahui proses perkembangan kepribadian.
3.      Untuk mengetahui fase perkembangan kepribadian.
4.      Untuk mengetahui kepribadian yang sehat.
5.      Untuk mengetahui kepribadian yang matang.


BAB II

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG SEHAT DAN KRITERIA PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG MATANG

A.  Pengertian

Membahas kepribadian bukanlah sesuatu yang mudah, terutama karena konsep kepribadian telah di artikan bermacam macam. Di dalam psikologi apa yang di bahas dalam teori kepribadian sangat berfariasi dan tergantung dari aliran yang di anut oleh sipenulis. Juga dari gambaran yang di susun oleh penulis yang bersangkutan mengenai manusia.[1]
Kata kepribadian (Personality) sesungguhnya berasal dari kata latin persona. Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada toping yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan peran perannya. Lambat laun kata persona (Personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang di terima oleh individu dari kelompok masarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang di terima (koswara, 1991: 10)
Definisi mengenai kepribadian yang bisa dikemukakan sedemikian banyaknya. Lalu Allport (1971) dalm bukunya personality, mendaftarkan tidak kurang dari lima puluh definisi yang berbeda, dan sejak itu jumlahnya kian bertambah banyak. Allport mendefinisikan kepribadian sebagai berikut:
Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustments to hisenvironment”.
Dengan demikian berdasarkan definisi di atas, kepribadian yang memiliki beberapa unsur, yakni sebagai berikut:[2]
1.    Kepribadian itu merupakan organisasi yang dinamis. Dengan kata lain, ia tidak statis, tetapi senantiasa berubah setiap saat.
2.    Organisasi tersebut terdapat dalam diri individu. Jadi, tidak melipu hal-hal yang berada di luar individu.
3.    Organisasi itu terdiri atas sistem psikis, yang menurut Allport meliputi, antara lain: sifat dan bakat, serta sistem fisik (Anggota dan organ-organ tubuh) yang saling berkaitan.
4.    Organisasi itu menentukan corak penyusaian diri yang unik dari tiap individu terhadap lingkungan.
Menurut J. Fiest dan G.J Fiest (1998) mendefinisika kepribadian seseorang dinilai dari dari keefektifan yang memungkinkan seseorang sanggup memperoleh reaksi positif dari berbagai orang dalam bermacam-macam keadaan. Menimbulkan kesan yang menonjol dan yang terbaik pada orang lain merupakan kesanggupan sosial, ketangkasan, dan kecekatan seseorang.
John J. Honigmann (1953) mengatakan bahwa kepribadian menunjukan perbuatan-perbuatan (aksi),  pikiran, dan perasaan yang khusus bagi seseorang. Kita juga tidak bisa berbicara tentang pola kepribadian dalam arti manusia menunjukan tingkah laku yang teratur dan kebiasaan-kebiasan yang berulang kembali, tetapi biasanya di tunjukan menurut keadaan.[3]
Dalam bahasa populer istilah kepribadian juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya sesuatu identitas sebagai individu yang khusus. Jika dalam sehari-hari kita anggap bahwa seseorang mempunyai kepribadian, yang kita maksudkan ialah orang tersebut mempunyai ciri watak yang di perlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah lakunya, sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbedadari individu lainnya.

B.     Proses Perkembangan Kepribadian
Carl Gustav Jung (1875-1961) mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi merupakan suatu dinamika dan proses evolusi yang terjadi sepanjang hidup. Individu secara kontinyu berkembang dan belajar keterampilan baru serta bergerak menuju realisasi diri.
Menurut Hall dan Lindzey (1993) perkembangan berlangsung menurut tiga dimensi kepribadian. Dalam dimensi vertikal, orang berkembang dari posisi tengah pada skala ke arah luar dan juga ke dalam. Ia mengembangakan kebutuhan yang lebih dalam dan ledih menyeluruh serta polah laku yang lebih terinci untuk memuaskan kebutuhannya. Dalam dimensi progresif, perkembangan berarti meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Ia mencapai tujuannya dengan cara yang lebih langsung dan dengan lebih sedikit gerakan yang sia-sia. Dalam dimensi transvers pertumbuhan mengakibatkan koordinasi yang lebih baik dan keluwesan bertingkah laku yang lebih besar. Perkembangan yang harmonis pada ketiga dimensi tersebut akan memperkaya dan memperluas kepribadian.
Teori psikoanalisis mengenai perkembangan kepribadian berlandaskan dua premis (Koswara, 1991). Pertama, premis bahwa kepribadian individu di bentuk berbagai jenis pengalaman masa anak-anak awal. Kedua, energi seksual (libido) ada sejak lahir, dan kemudian berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada proses-proses naluriah organisme.[4]

Para pakar psikologi menyatakan bahwa proses perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor nature (bawaan) dan nurture (lingkungan). Kondisi-kondisi fisik dan karakteristik psikologis tertentu yang dililiki anak sejak lahir berinteraksi dengan berbagai stimulasi dan pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan keluarga dan sekolah menjadi “kunci” pembentukan kepribadian anak di tahun-tahun awal perkembangan mereka hingga sebelum masa remaja. Orangtua dan guru merupakan significant persons yang mempengaruhi proses perkembangan dan pembentukan kepribadian anak (Anonimous. 2008).
Perkembangan kepribadian yang sehat erat hubungannya dengan berkembangnya kecerdasan emosi (aspek psikososial) anak. Hal ini ditandai dengan dimilikinya pemahaman diri yang mencakup konsep diri positif, harga diri (self-esteem) tinggi, kemampuan mengelolah emosi dan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan untuk memahami orang lain dan menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain (Hidayat dalam Anonimous. 2008).
Menurut Anonimous (2008) untuk mengembangkan kepribadian yang sehat dan membentuk perilaku positif pada anak, maka orang tua dan guru perlu melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1.     Memahami dan menerima anak sebagai individu yang unik.
2.     Menjadi contoh (model) yang positif.
3.     Memberi umpan balik (feedback) terhadap perilaku anak.
4.     Memberi perhatian terhadap pembicaraan dan aktivitas anak.
5.     Memberi kesempatan kepada anak untuk belajar dari pengalaman.
6.     Menumbuhkan penghargaan diri dan orang lain.
7.     Menumbuhkan tanggung jawab dan kemandirian anak.
8.     Mengembangkan rasa humor.
9.     Mengembangkan hati nurani dan sikap religius.
10. Mencintai anak ‘tanpa syarat’.
Setiap anak adalah unik dengan ciri kepribadian yang unik pula. Orang tua dan guru merupakan figur penting yang berperan besar dalam mengembangkan kepribadian sehat dan positif pada anak. Dengan memiliki kepribadian yang sehat anak mampu memahami diri, mengelolah emosi dan memotivasi dirinya, memahami orang lain dan mampu menjalin relasi sosial secara sehat di lingkungan manapun dia berada.
Perkembangan kepribadian yang sehat ditandai oleh berfungsinya secara “baik” berbagai aspek fisik, psikologis, dan kerohanian individu. Mendidik anak bukan hanya berarti mengajarkan keterampilan membaca, menulis dan berhitung, melainkan juga membantu anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan memiliki hati nurani, serta punya motivasi untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain/lingkungan.
Membangun mental positif atau membina kepribadian sehat pada anak perlu dilakukan sejak dini, melalui contoh konkrit perilaku dan emosi orang tua dan guru dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat menjadi model (teladan) yang positif bagi perkembangan kepribadiannya sendiri secara positif.
Hanya bejana yang terisi airlah yang mampu mengisi gelas-gelas kosong, hanya pribadi yang sehat (positif) akan mampu membuat pribadi lain menjadi sehat (positif) pula”.  (Festival seminar dan pameran pendidikan, 2006 dalam Anonimous, 2008).
Orang tua adalah guru utama bagi anak. Sebagai model anak, orangtua menunjukkan prinsip hidup yang benar serta senantiasa harus berkata dan berlaku benar. Sebagai sahabat anak, orangtua juga harus siap berbeda pendapat dengan anak secara bijaksana tanpa anak harus kehilangan sikap santunnya. Sebagai busur, orangtua menjadi pendorong anak untuk maju menggapai masa depannya dan pendukung terkuat saat mata panah itu tak menitik tempat yang tepat (Inspiredkids dalam Anonimous, 2008).[5]


D.    Kepribadian Yang Sehat

Kepribadian yang sehat berarti juga kepribadian yang matang, dan kepribadian yang matang berarti kepribadian yang dewasa. Kedewasaan itu sendiri mempunyai berbagai arti.
Pada umumnya, dewasa berarti tumbuh atau besar, sesuai dengan umur seseorang. Ia mampu memenuhi keperluan-keperluan yang wajar pada umur itu dan mampu memenuhi tuntutan masyarakat; ia dapat memecahkan dengan tepat dan benar secara moril.
Secara lebih rinci, Dahler (1983) mengemukakan pandangannya tentang tanda-tanda keribadian orang yang sehat, di antaranya:
1.       Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan orang lain.
2.       Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetapi berani.
3.       Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa dirinya bersalah atau berdosa.
4.       Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat kerja.
5.       Bersikap jujur terhadap diri sendiri.
6.       Mampu berdedikasi-penyerahan diri sendiri.
7.       Senang kontak dengan sesama.
8.       Integritas, yakni:
a.    Mempunyai kontinuitas dalam hidupnya; masa lampau tak sangkal, dan dengan gairah memandang masa depan;
b.    Kesanggupan untuk memperjuangkan nilai-nilai hidup yang nyata; bukan seorang penjual diri, oportutis, pengkhianat;
c.    Berani memimpin/bertanggungjawab; berani menanggung resiko, mempunyai jiwa kepemimpinan; hidupnya sebagai tantangan.[6]
Allport lebih optimis mengenai kodrat manusia daripada pandangan dari Freud. Ia memperlihatkan suatu keharuan yg luar biasa terhadap manusia. Pengalaman-pengalaman pribadinya kelak tercemin dalam pandangan-pandangan teroritisnya tentang kodrat kepribadian manusia. Kodrat manusia yang diutarakan Allport adalah positif, penuh harapan dan menyanjung-nyajung. Allport tidak percaya bahwa orang-orang yang matang dan sehat dikontrol dan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar- kekuatan-kekuatan yang tidak dapat dilihat dan dipengaruhi. Ia percaya bahwa kekuatan-kekuatan tak sadar itu merupakan pengaruh-pengaruh yang penting pada tingkah laku orang dewasa yang neuritis. Orang-orang yang neuritis terikat atau terjalin erat pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Menurut Alport perkembangan proparium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang sehat proparium berkembang dari masa bayi sampai masa remaja melalui tujuh tingkat diri. Proparium merupakan suatu syarat munculnya kepribadian yang sehat. 7 tingkat tersebut adalah:
1.      Perluasan perasaan diri.
Ketika diri berkembang, maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat pada individu. Kemudian ketika pengalaman bertumbuh maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak.
2.      Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang Lain
Mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, partner, teman akrab. Hasil dari kapasitas keintiman dalah suatu perluasan diri yang Kapasitas untuk perasaan terharu . Orang yang sehat memiliki kapsitas untuk memahami kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan, kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia.
3.      Keamanan emosional
Kepribadian sehat juga mampu menerima emosi-emosi manusia, sehingga emosi-emosi ini tidak menggangu aktivitas-aktivitas antar pribadi.
4.      Persepsi realistis
Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Orang-orang yang sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi semuanya jahat atau baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.
5.      Keterampilan–keterampilan dan tugas–tugas
Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan perkembangan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat tertentu suatu tingkatan kemampuan. Menggunakan keterampilan itu secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya terhadap pekerjaan kita.
6.      Pemahaman diri.
Orang yang memiliki suatu pemahaman diri yang tinggi tidak mungkin memproyeksikan kualitas pribadinya yang negatif kepada orang lain. Orang yang matang akan menjadi hakim yang saksama terhadap orang orang lain., dan dapat diterima dengan lebih baik oleh orang lain.
7.      Filsafat hidup yang mempersatukan .
Allport menekankan bahwa nilai-nilai adalah sangat penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Individu dapat memilih yang berhubungan dengan dirinya sendiri atau mungkin nilai itu luas dan dimiliki oleh banyak orang. Orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan rencana jangka panjang. Ia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi kehidupannya. Allport menyebut dorongan-dorongan tersebut sebagai keterarahan (directness).  Keterarahan itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu atau serangkaian tujuan, serta memberikan alasan untuk hidup. Kita membutuhkan tarikan yang tetap dari tujuan yang bermakna. Tanpa itu mungkin kita mengalami masalah kepribadian. Kerangka dari tujuan-tujuan itu adalah nilai, yang bersama dengan tujuan sangat penting dalam rangka mengembangkan filsafat hidup. Memiliki nilai-nilai yang kuat merupakan salah satu ciri orang matang. Orang-orang neurotis tidak memiliki nilai atau memiliki nilai yang terpecah-pecah dan bersifat sementara, yang tidak cukup kuat untuk mempersatukan semua segi kehidupan.
E.     Kepribadian Yang Matang
Dalam diri individu yang matang kita menemukan seorang pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang terorganisasi dan harmonis. Penentu utama tingkah laku dewasa yang masak adalah seperangkat sifat yang terorganisir dan seimbang yang mengawali dan membimbing tingkah laku sesuai dengan psinsip otonomi fungsional.
Tidak semua orang dewasa mencapai kematangan penuh. Ada individu-individu yang sudah dewsa namun motivasi-motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan. Rupanya tidak semua orang dewasa bertingkah laku mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan tetapi sejauh mana mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan sejauh mana sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-sumber yang berasal dari masa kanak-kanak memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan kematangan mereka. Hanya dalam diri individu yang sangat tergantung kita menemukan orang dewasa yang bertingkah laku tanpa menyadari apa sebabnya ia bertingkah laku demikian, yang tingkah lakunya lebih erat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak daripada dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi kini atau pada masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri atau kriteria dari kerpibadian yang matang menurut Allport yaitu :
  1. Perluasan diri (extension of the self). Artinya hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada sekumpulan aktifitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban pokoknya. Harus dapat mengambil bagian dan menikmati macam-macam aktivitas yang berbeda-beda. Salah satu aspek dari perluasan diri adalah proyeksi ke masa depan, yakni merencanakan dan mengharapkan.
  2. Kemampuan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain (Warm relating of self to other), baik dalam bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam, memiliki dasar rasa aman dan menerima dirinya sendiri.
  3. Memiliki orientasi yang realistik (Self Objectification). Dua komponen utama dari  Self Objectification adalah humor dan insight. Insight disini adalah kapasitas individu untuk memahami dirinya sendiri, meskipun tidak jelas bagaimana menemukan suatu standar yang cocok untuk membandingkan kepercayaan-kepercayaan individu yang bersangkutan. Perasaan humor tidak hanya menunjukkan kapasitas untuk menemukan kesenangan dan gelak tawa dalam hal sehari-hari, tetapi juga kemampuan untuk membina hubungan-hubungan positif dengan diri sendiri dan dengan objek-objek yang dicintai, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.
  4. Filsafat hidup (Philosophy of life). Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.
  5. Kemampuan menghindari reaksi berlebihan terhadap masalah (Emotional security). Masalah disini adalah masalah yang menyinggung drives spesifik (misalnya, menerima dorongan seks, memuaskan sebaik mungkin, tidak menghalangi tetapi juga tidak membiarkan bebas) dan mentoleransi frustasi, perasaan seimbang.
  6. Realistic perceptions, skill, assignments, kemampuan memandang orang, obyek dan situasi seperti apa adanya, kemampuan dan minat memecahkan masalah , memiliki keterampilan yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipilihnya, dapat memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupan tanpa rasa panic, rendah diri, atau tingkah laku destruksi diri lainnya.
Kepribadian yang matang merupakan label posistif  bagi seseorang yang dianggap telah mencapainya. Akan tetapi banyak orang yang tidak pernah atau enggan berpikir menjadi matang. Padahal dengan bertambahnya usia, makin meningkatnya sosialisasi yang dilakukan seseorang, baik secara kuantitas maupun kualitas seharusnya mampu menjadikan seseorang memiliki kepribadian yang matang. Kepribadian yang matang merupakan ukuran perkembangan kepribadian yang sehat.[7]
Untuk memahami kriteria yang utuh tentang kepribadian yang matang. Menurut Gordon W. Allport,  ada tujuh macam kriteria kepribadian yang matang (sehat), yaitu:
1.      Perluasan Perasaan Diri
Ketika seseorang menjadi matang, dia mengembangkan perhatian-perhatian di luar dirinya. Tidak cukup sekedar berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar dirinya. Lebih dari itu seseorang harus memiliki partisipasi yang langsung dan penuh yang oleh Allport disebut partisipasi otentik. Menurut Allport, aktivitas yang dilakukan harus cocok dan penting, atau sungguh berarti bagi diri seseorang. Jika menurut seseorang pekerjaan itu penting, mengerjakan pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya akan membuat seseorang merasa enak dan berarti dia menjadi partisipasi otentik dalam pekerjaan itu. Hal ini pasti akan memberikan kepuasan tersendiri bagi seseorang yang melakukannya. Seseorang yang semakin terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktivitas, orang lain atau ide, maka dia lebih sehat secara psikologis. Hal ini berlaku bukan hanya untuk pekerjaan saja, melainkan juga hubungan dengan keluarga dan teman, kegemaran, keanggotaan dalam organisasi, agama dan sebagainya.
2.      Relasi Sosial yang Hangat
Menurut Allport, ada dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang lain, yaitu kapasitas untuk mengembangkan keintiman dan untuk merasa terharu. Seseorang yang sehat secara psikologis, dia mampu mengembangkan relasi intim dengan orang tua, anak, pasangan dan sahabat. Ini merupakan hasil dari perluasan diri dan perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik. Ada perbedaan hubungan cinta antara seseorang yang neurotis (tidak matang) dengan seseorang yang berkepribadian sehat (matang). Seseorang yang neurotis harus menerima cinta lebih banyak daripada yang  mampu dia berikan kepada orang lain. Apabila dia memberikan cinta kepada orang lain, hal tersebut dilakukannya dengan syarat-syarat tertentu. Padahal cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan atau mengikat.
Jenis kehangatan yang lain adalah perasaan terharu yang merupakan hasil pemahaman terhadap kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Seseorang yang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan, penderitaan, ketakutan dan kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Hasil dari empati semacam ini adalah kesabaran terhadap tingkah laku orang lain dan tidak cenderung mengadili atau menghukum. Seseorang yang sehat dapat menerima kelemahan orang lain dan mengetahui bahwa dia juga memiliki kelemahan. Sebaliknya, seseorang yang neurotis tidak mampu bersabar dan memahami sifat universal pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3.      Keamanan Emosional
Kualitas utama seseorang yang sehat adalah penerimaan diri. Seseorang menerima semua segi keberadaannya, termasuk kelemahan-kelemahan dengan tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan tersebut. Selain itu, kepribadian yang sehat tidak tertawan oleh emosi-emosi dan tidak berusaha bersembunyi dari emosi-emosi itu. Seseorang dapat mengendalikan emosinya, sehingga tidak mengganggu hubungan antar pribadi. Pengendaliannya tidak dengan cara ditekan, tetapi diarahkan ke dalam saluran yang lebih konstruktif.
Kualitas lain dari kepribadian yang sehat adalah sabar terhadap kekecewaan. Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan hambatan atas berbagai keinginan atau kehendaknya. Seseorang mampu memikirkan cara yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama. Seseorang yang sehat tidak bebas dari perasaan tak aman dan ketakutan. Namun, dia tidak terlalu merasa terancam dan dapat menanggulangi perasaan tersebut secara lebih baik dari pada seseorang yang neurotis.
4.      Persepsi Realistis
Seseorang yang sehat secara psikologis mampu memandang dunia secara objektif. Sebaliknya, seseorang yang neurotis sering kali memahami realitas disesuaikan dengan keinginan, kebutuhan dan ketakutannya sendiri. Seseorang yang sehat tidak meyakini bahwa orang lain atau situasi yang dihadapi itu jahat atau baik menurut prasangka pribadinya. Seseorang yang sehat memahami realitas sebagaimana adanya.

5.      Ketrampilan dan Tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya menenggelamkan diri di dalam pekerjaan tersebut. Seseorang perlu memiliki keterampilan yang relevan dengan pekerjaannya dan lebih dari itu seseorang harus menggunakan keterampilan itu secara ikhlas dan penuh antusiasme. Komitmen pada seseorang yang sehat (matang) begitu kuat, sehingga sanggup menenggelamkan semua pertahanan ego. Dedikasi terhadap pekerjaan berhubungan dengan rasa tanggung jawab dan kelangsungan hidup yang positif. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitas untuk hidup. Tidaklah mungkin mencapai kematangan dan kesehatan psikologis tanpa melakukan pekerjaan penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen dan keterampilan.
6.      Pemahaman Diri
Untuk mencapai pemahaman diri yang memadai, seseorang dituntut melakukan pemahaman tentang dirinya menurut keadaan yang sesungguhnya. Jika gambaran diri seseorang yang dipahami semakin dekat dengan keadaan yang sesungguhnya, maka individu tersebut semakin matang. Demikian juga apa yang dipikirkan seseorang tentang dirinya, bila semakin dekat (sama) dengan yang dipikirkan orang-orang lain tentang dirinya, berarti dia semakin matang. Seseorang yang sehat akan terbuka pada pendapat orang lain dalam merumuskan gambaran diri yang objektif. Seseorang yang memiliki objektivitas terhadap dirinya, tidak mungkin memproyeksikan kualitas pribadinya kepada orang lain (seolah-olah orang lain negatif). Seseorang yang sehat dapat menilai orang lain dengan seksama dan biasanya dia diterima dengan baik oleh orang lain. Seseorang yang sehat juga mampu menertawakan dirinya sendiri melalui humor yang sehat.
7.      Filsafat Hidup
Seseorang yang sehat akan melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan rencana jangka panjang. Dia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi kehidupannya. Allport menyebut dorongan-dorongan tersebut sebagai keterarahan (directness). Keterarahan itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu atau serangkaian tujuan, serta memberikan alasan untuk hidup. Seseorang membutuhkan tarikan yang tetap dari tujuan yang bermakna. Tanpa itu mungkin seseorang mengalami masalah kepribadian. Kerangka dari tujuan-tujuan itu adalah nilai, yang bersama dengan tujuan sangat penting dalam rangka mengembangkan filsafat hidup. Memiliki nilai-nilai yang kuat merupakan salah satu ciri seseorang yang sehat (matang).
Seseorang yang neurotis tidak memiliki nilai atau memiliki nilai yang terpecah-pecah dan bersifat sementara dan tidak cukup kuat untuk mempersatukan semua segi kehidupan. Suara hati seseorang sangat berperan dalam menentukan filsafat hidupnya. Allport mengemukakan perbedaan antara suara hati seseorang yang sehat (matang) dengan suara hati seseorang yang neurotis. Seseorang yang tidak sehat, suara hatinya seperti pada kanak-kanak: patuh dan membudak, penuh larangan dan batasan, bercirikan perasaan.[8]






BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

Kata kepribadian (Personality) sesungguhnya berasal dari kata latin persona. Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada toping yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan peran perannya. Lambat laun kata persona (personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang di terima oleh individu dari kelompok masarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang di terima (koswara, 1991: 10). Allport mendefinisikan kepribadian sebagai berikut:
Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustments to hisenvironment”.
Secara lebih rinci, Dahler (1983) mengemukakan pandangannya tentang tanda-tanda keribadian orang yang sehat, di antaranya:
1.     Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan orang lain.
2.     Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetapi berani.
3.     Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa dirinya bersalah atau berdosa.
4.     Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat kerja.
5.     Bersikap jujur terhadap diri sendiri.
6.     Mampu berdedikasi-penyerahan diri sendiri.
7.     Senang kontak dengan sesama.

B.  Saran dan Kritik
f
Kami selaku penulis hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari segala kekhilafan dan kesalahan. Maaka dari itu kami sangat mengharap kepada pembaca agar mau memberikan masukan kepada kami baik berupa saran maupun kritikan, yang sehingga dapat memotifasi diri kami untuk makalah ini lebih baik dan sempurna.







[1] . M. Nur Ghufron, Rini Risnawita S. Teori-Teori Psikologi. Ar-Ruzz Media: Jakarta. Hal: 129.
[2] . Alex Sobur. Psikolog Umum. CV Pustaka Setia: Jakarta. Hal: 299-300.
[3] . M. Nur Ghufron, Rini Risnawita S. Teori-Teori Psikologi. Ar-Ruzz Media: Jakarta. Hal: 130.
[4] . Alex Sobur. Psikolog Umum. CV Pustaka Setia: Jakarta. Hal: 312-314
[6] . Alex Sobur. Psikolog Umum. CV Pustaka Setia: Jakarta. Hal: 355-356.
[7] . elok puspita Psikologi Klinis. 08 Apr 2010.
[8] . http://rukantokas.wordpress.com/2010/09/16/mencapai-kepribadian-yang-matang/