BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Balakang
Apa dan
bagaimana kepribadian yang sehat? Setiap kali berbicara tentang kepribadian
yang sehat, kesehatan kepribadian, atau kesehatan mental, sebenernya kita hanya
dapat berbicara mengenai derajat kesehatan mental. Artinya kondisi kesehatan
mental bukanlah sesuatu yang absolut. (Sadli: 1994). Tidak ada garis pemisah
yang jelas antara sehat dan sakit, atau tidak mudah untuk membagi anggota
masyarakat dalam dua kelompok yang jelas berbeda, mereka yang harus berada
dalam rumah sakit jiwa dan mereka yang tidak perlu disana. Kerena membahayakan
diri kita pada waktu-waktu tertentubisa menunjukan sifat atau pola prilaku yang
bila berjalan secara terus menerus menyebabkan kita menjadi calon penghuni
rumah sakit jiwa.
Dalam ilmu
psikolog tidak ada satu teori kepribadian, tetapi terdapat banyak teori yang
mengulas kepribadian. Misalnya, teori kepribadian yang psikoanalisis.
Kepribadian menurut teori ini di bahas menggunakan konsep alam tidak sadar,
alam prasadar, dan alam sadar. Selain itu ada juga teori kepribadian yang di
kembangkan McCrea dan Costa, yakni Big Five Personality.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian kepribadian ?
2.
Bagaimana
proses perkembangan kepribadian ?
3.
Apa
fase perkembangan kepribadian ?
4.
Apa
kepribadian yang sehat ?
5.
Apa
kepribadian yang matang ?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian kepribdian.
2.
Untuk
mengetahui proses perkembangan kepribadian.
3.
Untuk
mengetahui fase perkembangan kepribadian.
4.
Untuk
mengetahui kepribadian yang sehat.
5.
Untuk
mengetahui kepribadian yang matang.
BAB II
PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN YANG SEHAT DAN KRITERIA PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG MATANG
A.
Pengertian
Membahas
kepribadian bukanlah sesuatu yang mudah, terutama karena konsep kepribadian telah
di artikan bermacam macam. Di dalam psikologi apa yang di bahas dalam teori kepribadian
sangat berfariasi dan tergantung dari aliran yang di anut oleh sipenulis. Juga
dari gambaran yang di susun oleh penulis yang bersangkutan mengenai manusia.[1]
Kata
kepribadian (Personality) sesungguhnya berasal dari kata latin persona.
Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada toping yang biasa digunakan oleh
pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan peran perannya. Lambat laun
kata persona (Personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu
pada gambaran sosial tertentu yang di terima oleh individu dari kelompok
masarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan
atau sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang di terima (koswara, 1991: 10)
Definisi
mengenai kepribadian yang bisa dikemukakan sedemikian banyaknya. Lalu Allport
(1971) dalm bukunya personality, mendaftarkan tidak kurang dari lima puluh
definisi yang berbeda, dan sejak itu jumlahnya kian bertambah banyak. Allport
mendefinisikan kepribadian sebagai berikut:
“Personality is the dynamic organization within the individual
of those psychophysical systems that determine his unique adjustments to
hisenvironment”.
Dengan
demikian berdasarkan definisi di atas, kepribadian yang memiliki beberapa
unsur, yakni sebagai berikut:[2]
1.
Kepribadian
itu merupakan organisasi yang dinamis. Dengan kata lain, ia tidak statis,
tetapi senantiasa berubah setiap saat.
2.
Organisasi
tersebut terdapat dalam diri individu. Jadi, tidak melipu hal-hal yang berada
di luar individu.
3.
Organisasi
itu terdiri atas sistem psikis, yang menurut Allport meliputi, antara lain: sifat
dan bakat, serta sistem fisik (Anggota dan organ-organ tubuh) yang saling
berkaitan.
4.
Organisasi
itu menentukan corak penyusaian diri yang unik dari tiap individu terhadap
lingkungan.
Menurut
J. Fiest dan G.J Fiest (1998) mendefinisika kepribadian seseorang dinilai dari
dari keefektifan yang memungkinkan seseorang sanggup memperoleh reaksi positif
dari berbagai orang dalam bermacam-macam keadaan. Menimbulkan kesan yang
menonjol dan yang terbaik pada orang lain merupakan kesanggupan sosial,
ketangkasan, dan kecekatan seseorang.
John
J. Honigmann (1953) mengatakan bahwa kepribadian menunjukan perbuatan-perbuatan
(aksi), pikiran, dan perasaan yang
khusus bagi seseorang. Kita juga tidak bisa berbicara tentang pola kepribadian
dalam arti manusia menunjukan tingkah laku yang teratur dan kebiasaan-kebiasan
yang berulang kembali, tetapi biasanya di tunjukan menurut keadaan.[3]
Dalam
bahasa populer istilah kepribadian juga berarti ciri-ciri watak seseorang
individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya sesuatu identitas sebagai
individu yang khusus. Jika dalam sehari-hari kita anggap bahwa seseorang
mempunyai kepribadian, yang kita maksudkan ialah orang tersebut mempunyai ciri
watak yang di perlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam
tingkah lakunya, sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas
khusus yang berbedadari individu lainnya.
B.
Proses Perkembangan Kepribadian
Carl Gustav Jung (1875-1961)
mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi merupakan suatu dinamika dan proses
evolusi yang terjadi sepanjang hidup. Individu secara kontinyu berkembang dan
belajar keterampilan baru serta bergerak menuju realisasi diri.
Menurut Hall dan Lindzey (1993)
perkembangan berlangsung menurut tiga dimensi kepribadian. Dalam dimensi
vertikal, orang berkembang dari posisi tengah pada skala ke arah luar dan juga
ke dalam. Ia mengembangakan kebutuhan yang lebih dalam dan ledih menyeluruh
serta polah laku yang lebih terinci untuk memuaskan kebutuhannya. Dalam dimensi
progresif, perkembangan berarti meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Ia
mencapai tujuannya dengan cara yang lebih langsung dan dengan lebih sedikit
gerakan yang sia-sia. Dalam dimensi transvers pertumbuhan mengakibatkan
koordinasi yang lebih baik dan keluwesan bertingkah laku yang lebih besar.
Perkembangan yang harmonis pada ketiga dimensi tersebut akan memperkaya dan
memperluas kepribadian.
Teori psikoanalisis mengenai
perkembangan kepribadian berlandaskan dua premis (Koswara, 1991). Pertama,
premis bahwa kepribadian individu di bentuk berbagai jenis pengalaman masa
anak-anak awal. Kedua, energi seksual (libido) ada sejak lahir, dan kemudian
berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada
proses-proses naluriah organisme.[4]
Para
pakar psikologi menyatakan bahwa proses perkembangan anak dipengaruhi oleh
faktor nature (bawaan) dan nurture (lingkungan). Kondisi-kondisi
fisik dan karakteristik psikologis tertentu yang dililiki anak sejak lahir
berinteraksi dengan berbagai stimulasi dan pengalaman belajar yang diperolehnya
dari lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan keluarga dan sekolah menjadi “kunci”
pembentukan kepribadian anak di tahun-tahun awal perkembangan mereka hingga
sebelum masa remaja. Orangtua dan guru merupakan significant persons yang
mempengaruhi proses perkembangan dan pembentukan kepribadian anak (Anonimous.
2008).
Perkembangan
kepribadian yang sehat erat hubungannya dengan berkembangnya kecerdasan emosi
(aspek psikososial) anak. Hal ini ditandai dengan dimilikinya pemahaman diri
yang mencakup konsep diri positif, harga diri (self-esteem) tinggi,
kemampuan mengelolah emosi dan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan untuk
memahami orang lain dan menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain
(Hidayat dalam Anonimous. 2008).
Menurut
Anonimous (2008) untuk mengembangkan kepribadian yang sehat dan membentuk
perilaku positif pada anak, maka orang tua dan guru perlu melakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
1.
Memahami dan menerima anak sebagai individu
yang unik.
2.
Menjadi contoh (model) yang positif.
3.
Memberi umpan balik (feedback) terhadap
perilaku anak.
4.
Memberi perhatian terhadap pembicaraan dan
aktivitas anak.
5.
Memberi kesempatan kepada anak untuk belajar
dari pengalaman.
6.
Menumbuhkan penghargaan diri dan orang lain.
7.
Menumbuhkan tanggung jawab dan kemandirian
anak.
8.
Mengembangkan rasa humor.
9.
Mengembangkan hati nurani dan sikap religius.
10.
Mencintai anak ‘tanpa syarat’.
Setiap
anak adalah unik dengan ciri kepribadian yang unik pula. Orang tua dan guru
merupakan figur penting yang berperan besar dalam mengembangkan kepribadian
sehat dan positif pada anak. Dengan memiliki kepribadian yang sehat anak mampu
memahami diri, mengelolah emosi dan memotivasi dirinya, memahami orang lain dan
mampu menjalin relasi sosial secara sehat di lingkungan manapun dia berada.
Perkembangan
kepribadian yang sehat ditandai oleh berfungsinya secara “baik” berbagai aspek
fisik, psikologis, dan kerohanian individu. Mendidik anak bukan hanya berarti
mengajarkan keterampilan membaca, menulis dan berhitung, melainkan juga
membantu anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan memiliki
hati nurani, serta punya motivasi untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain/lingkungan.
Membangun
mental positif atau membina kepribadian sehat pada anak perlu dilakukan sejak dini,
melalui contoh konkrit perilaku dan emosi orang tua dan guru dalam kehidupan
sehari-hari. Agar dapat menjadi model (teladan) yang positif bagi perkembangan
kepribadiannya sendiri secara positif.
“Hanya
bejana yang terisi airlah yang mampu mengisi gelas-gelas kosong, hanya pribadi
yang sehat (positif) akan mampu membuat pribadi lain menjadi sehat (positif)
pula”. (Festival seminar dan pameran
pendidikan, 2006 dalam Anonimous, 2008).
Orang
tua adalah guru utama bagi anak. Sebagai model anak, orangtua menunjukkan
prinsip hidup yang benar serta senantiasa harus berkata dan berlaku benar.
Sebagai sahabat anak, orangtua juga harus siap berbeda pendapat dengan anak
secara bijaksana tanpa anak harus kehilangan sikap santunnya. Sebagai busur,
orangtua menjadi pendorong anak untuk maju menggapai masa depannya dan
pendukung terkuat saat mata panah itu tak menitik tempat yang tepat (Inspiredkids
dalam Anonimous, 2008).[5]
D.
Kepribadian
Yang Sehat
Kepribadian
yang sehat berarti juga kepribadian yang matang, dan kepribadian yang matang
berarti kepribadian yang dewasa. Kedewasaan itu sendiri mempunyai berbagai
arti.
Pada umumnya,
dewasa berarti tumbuh atau besar, sesuai dengan umur seseorang. Ia mampu
memenuhi keperluan-keperluan yang wajar pada umur itu dan mampu memenuhi
tuntutan masyarakat; ia dapat memecahkan dengan tepat dan benar secara moril.
Secara lebih
rinci, Dahler (1983) mengemukakan pandangannya tentang tanda-tanda keribadian
orang yang sehat, di antaranya:
1.
Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan orang
lain.
2.
Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetapi berani.
3.
Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa
dirinya bersalah atau berdosa.
4.
Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat
kerja.
5.
Bersikap jujur terhadap diri sendiri.
6.
Mampu berdedikasi-penyerahan diri sendiri.
7.
Senang kontak dengan sesama.
8.
Integritas, yakni:
a.
Mempunyai kontinuitas dalam hidupnya; masa
lampau tak sangkal, dan dengan gairah memandang masa depan;
b.
Kesanggupan untuk memperjuangkan nilai-nilai
hidup yang nyata; bukan seorang penjual diri, oportutis, pengkhianat;
c.
Berani memimpin/bertanggungjawab; berani
menanggung resiko, mempunyai jiwa kepemimpinan; hidupnya sebagai tantangan.[6]
Allport
lebih optimis mengenai kodrat manusia daripada pandangan dari Freud. Ia
memperlihatkan suatu keharuan yg luar biasa terhadap manusia.
Pengalaman-pengalaman pribadinya kelak tercemin dalam pandangan-pandangan
teroritisnya tentang kodrat kepribadian manusia. Kodrat
manusia yang diutarakan Allport adalah positif, penuh harapan dan
menyanjung-nyajung. Allport tidak percaya bahwa orang-orang yang matang dan
sehat dikontrol dan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar-
kekuatan-kekuatan yang tidak dapat dilihat dan dipengaruhi. Ia percaya bahwa
kekuatan-kekuatan tak sadar itu merupakan pengaruh-pengaruh yang penting pada
tingkah laku orang dewasa yang neuritis. Orang-orang yang neuritis terikat atau
terjalin erat pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Menurut
Alport perkembangan proparium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang sehat
proparium berkembang dari masa bayi sampai masa remaja melalui tujuh tingkat
diri. Proparium merupakan suatu syarat munculnya kepribadian yang sehat. 7
tingkat tersebut adalah:
1.
Perluasan perasaan diri.
Ketika diri
berkembang, maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula
diri berpusat pada individu. Kemudian ketika pengalaman bertumbuh maka diri
bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak.
2.
Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang
Lain
Mampu
memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, partner, teman
akrab. Hasil dari kapasitas keintiman dalah suatu perluasan diri yang Kapasitas
untuk perasaan terharu . Orang yang sehat memiliki kapsitas untuk memahami
kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan,
kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia.
3.
Keamanan emosional
Kepribadian
sehat juga mampu menerima emosi-emosi manusia, sehingga emosi-emosi ini tidak
menggangu aktivitas-aktivitas antar pribadi.
4.
Persepsi realistis
Orang-orang
yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Orang-orang yang sehat tidak
perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi semuanya jahat atau
baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima
realitas sebagaimana adanya.
5.
Keterampilan–keterampilan dan tugas–tugas
Keberhasilan
dalam pekerjaan menunjukkan perkembangan keterampilan-keterampilan dan
bakat-bakat tertentu suatu tingkatan kemampuan. Menggunakan keterampilan itu
secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya terhadap
pekerjaan kita.
6.
Pemahaman diri.
Orang yang
memiliki suatu pemahaman diri yang tinggi tidak mungkin memproyeksikan kualitas
pribadinya yang negatif kepada orang lain. Orang yang matang akan menjadi hakim
yang saksama terhadap orang orang lain., dan dapat diterima dengan lebih baik
oleh orang lain.
7.
Filsafat hidup yang mempersatukan .
Allport
menekankan bahwa nilai-nilai adalah sangat penting bagi perkembangan suatu
filsafat hidup yang mempersatukan. Individu dapat memilih yang berhubungan
dengan dirinya sendiri atau mungkin nilai itu luas dan dimiliki oleh banyak
orang. Orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan rencana
jangka panjang. Ia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan akan tugas untuk
bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi kehidupannya. Allport menyebut
dorongan-dorongan tersebut sebagai keterarahan (directness). Keterarahan itu membimbing semua segi
kehidupan seseorang menuju suatu atau serangkaian tujuan, serta memberikan
alasan untuk hidup. Kita membutuhkan tarikan yang tetap dari tujuan yang
bermakna. Tanpa itu mungkin kita mengalami masalah kepribadian. Kerangka dari
tujuan-tujuan itu adalah nilai, yang bersama dengan tujuan sangat penting dalam
rangka mengembangkan filsafat hidup. Memiliki nilai-nilai yang kuat merupakan
salah satu ciri orang matang. Orang-orang neurotis tidak memiliki nilai atau
memiliki nilai yang terpecah-pecah dan bersifat sementara, yang tidak cukup
kuat untuk mempersatukan semua segi kehidupan.
E.
Kepribadian
Yang Matang
Dalam diri individu yang matang kita menemukan seorang pribadi yang
tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang terorganisasi dan
harmonis. Penentu utama tingkah laku dewasa yang masak adalah seperangkat sifat
yang terorganisir dan seimbang yang mengawali dan membimbing tingkah laku
sesuai dengan psinsip otonomi fungsional.
Tidak semua orang dewasa mencapai kematangan penuh. Ada
individu-individu yang sudah dewsa namun motivasi-motivasinya masih bersifat
kekanak-kanakan. Rupanya tidak semua orang dewasa bertingkah laku mengikuti
prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan tetapi sejauh mana mereka
menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan sejauh mana sifat-sifat
mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-sumber yang berasal dari masa
kanak-kanak memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan kematangan mereka.
Hanya dalam diri individu yang sangat tergantung kita menemukan orang dewasa
yang bertingkah laku tanpa menyadari apa sebabnya ia bertingkah laku demikian,
yang tingkah lakunya lebih erat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa kanak-kanak daripada dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
kini atau pada masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri atau kriteria dari kerpibadian yang matang menurut
Allport yaitu :
- Perluasan diri (extension of the self). Artinya hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada sekumpulan aktifitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban pokoknya. Harus dapat mengambil bagian dan menikmati macam-macam aktivitas yang berbeda-beda. Salah satu aspek dari perluasan diri adalah proyeksi ke masa depan, yakni merencanakan dan mengharapkan.
- Kemampuan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain (Warm relating of self to other), baik dalam bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam, memiliki dasar rasa aman dan menerima dirinya sendiri.
- Memiliki orientasi yang realistik (Self Objectification). Dua komponen utama dari Self Objectification adalah humor dan insight. Insight disini adalah kapasitas individu untuk memahami dirinya sendiri, meskipun tidak jelas bagaimana menemukan suatu standar yang cocok untuk membandingkan kepercayaan-kepercayaan individu yang bersangkutan. Perasaan humor tidak hanya menunjukkan kapasitas untuk menemukan kesenangan dan gelak tawa dalam hal sehari-hari, tetapi juga kemampuan untuk membina hubungan-hubungan positif dengan diri sendiri dan dengan objek-objek yang dicintai, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.
- Filsafat hidup (Philosophy of life). Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.
- Kemampuan menghindari reaksi berlebihan terhadap masalah (Emotional security). Masalah disini adalah masalah yang menyinggung drives spesifik (misalnya, menerima dorongan seks, memuaskan sebaik mungkin, tidak menghalangi tetapi juga tidak membiarkan bebas) dan mentoleransi frustasi, perasaan seimbang.
- Realistic perceptions, skill, assignments, kemampuan memandang orang, obyek dan situasi seperti apa adanya, kemampuan dan minat memecahkan masalah , memiliki keterampilan yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipilihnya, dapat memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupan tanpa rasa panic, rendah diri, atau tingkah laku destruksi diri lainnya.
Kepribadian yang matang merupakan label
posistif bagi seseorang yang dianggap telah mencapainya. Akan tetapi banyak
orang yang tidak pernah atau enggan berpikir menjadi matang. Padahal dengan
bertambahnya usia, makin meningkatnya sosialisasi yang dilakukan seseorang,
baik secara kuantitas maupun kualitas seharusnya mampu menjadikan seseorang
memiliki kepribadian yang matang. Kepribadian yang matang merupakan ukuran
perkembangan kepribadian yang sehat.[7]
Untuk memahami kriteria yang utuh tentang
kepribadian yang matang. Menurut Gordon W. Allport, ada tujuh macam
kriteria kepribadian yang matang (sehat), yaitu:
1.
Perluasan
Perasaan Diri
Ketika seseorang menjadi matang, dia
mengembangkan perhatian-perhatian di luar dirinya. Tidak cukup sekedar
berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar dirinya. Lebih dari itu
seseorang harus memiliki partisipasi yang langsung dan penuh yang oleh Allport
disebut partisipasi
otentik. Menurut Allport, aktivitas yang dilakukan harus cocok
dan penting, atau sungguh berarti bagi diri seseorang. Jika menurut seseorang
pekerjaan itu penting, mengerjakan pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya akan
membuat seseorang merasa enak dan berarti dia menjadi partisipasi otentik dalam
pekerjaan itu. Hal ini pasti akan memberikan kepuasan tersendiri bagi seseorang
yang melakukannya. Seseorang yang semakin terlibat sepenuhnya dengan berbagai
aktivitas, orang lain atau ide, maka dia lebih sehat secara psikologis. Hal ini
berlaku bukan hanya untuk pekerjaan saja, melainkan juga hubungan dengan
keluarga dan teman, kegemaran, keanggotaan dalam organisasi, agama dan
sebagainya.
2.
Relasi
Sosial yang Hangat
Menurut
Allport, ada dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang lain, yaitu
kapasitas untuk mengembangkan keintiman dan untuk merasa terharu. Seseorang
yang sehat secara psikologis, dia mampu mengembangkan relasi intim dengan orang
tua, anak, pasangan dan sahabat. Ini merupakan hasil dari perluasan diri dan
perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik. Ada perbedaan hubungan cinta antara seseorang
yang neurotis (tidak matang) dengan seseorang yang berkepribadian sehat
(matang). Seseorang yang neurotis harus menerima cinta lebih banyak daripada
yang mampu dia berikan kepada orang lain. Apabila dia memberikan cinta
kepada orang lain, hal tersebut dilakukannya dengan syarat-syarat tertentu.
Padahal cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan atau
mengikat.
Jenis
kehangatan yang lain adalah perasaan terharu yang merupakan hasil pemahaman
terhadap kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa.
Seseorang yang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan, penderitaan,
ketakutan dan kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Hasil dari
empati semacam ini adalah kesabaran terhadap tingkah laku orang lain dan tidak
cenderung mengadili atau menghukum. Seseorang yang sehat dapat menerima
kelemahan orang lain dan mengetahui bahwa dia juga memiliki kelemahan.
Sebaliknya, seseorang yang neurotis tidak mampu bersabar dan memahami sifat
universal pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3.
Keamanan
Emosional
Kualitas utama seseorang yang sehat adalah
penerimaan diri. Seseorang menerima semua segi keberadaannya, termasuk
kelemahan-kelemahan dengan tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan
tersebut. Selain itu, kepribadian yang sehat tidak tertawan oleh emosi-emosi
dan tidak berusaha bersembunyi dari emosi-emosi itu. Seseorang dapat
mengendalikan emosinya, sehingga tidak mengganggu hubungan antar pribadi.
Pengendaliannya tidak dengan cara ditekan, tetapi diarahkan ke dalam saluran
yang lebih konstruktif.
Kualitas
lain dari kepribadian yang sehat adalah sabar terhadap kekecewaan. Hal ini
menunjukkan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan hambatan atas
berbagai keinginan atau kehendaknya. Seseorang mampu memikirkan cara yang
berbeda untuk mencapai tujuan yang sama. Seseorang yang sehat tidak bebas dari
perasaan tak aman dan ketakutan. Namun, dia tidak terlalu merasa terancam dan
dapat menanggulangi perasaan tersebut secara lebih baik dari pada seseorang
yang neurotis.
4.
Persepsi
Realistis
Seseorang
yang sehat secara psikologis mampu memandang dunia secara objektif. Sebaliknya,
seseorang yang neurotis sering kali memahami realitas disesuaikan dengan
keinginan, kebutuhan dan ketakutannya sendiri. Seseorang yang sehat tidak
meyakini bahwa orang lain atau situasi yang dihadapi itu jahat atau baik
menurut prasangka pribadinya. Seseorang yang sehat memahami realitas
sebagaimana adanya.
5.
Ketrampilan
dan Tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan
perlunya menenggelamkan diri di dalam pekerjaan tersebut. Seseorang perlu
memiliki keterampilan yang relevan dengan pekerjaannya dan lebih dari itu
seseorang harus menggunakan keterampilan itu secara ikhlas dan penuh
antusiasme. Komitmen pada seseorang yang sehat (matang) begitu kuat, sehingga
sanggup menenggelamkan semua pertahanan ego. Dedikasi terhadap pekerjaan
berhubungan dengan rasa tanggung jawab dan kelangsungan hidup yang positif.
Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitas untuk
hidup. Tidaklah mungkin mencapai kematangan dan kesehatan psikologis tanpa
melakukan pekerjaan penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen dan
keterampilan.
6.
Pemahaman
Diri
Untuk mencapai pemahaman diri yang memadai,
seseorang dituntut melakukan pemahaman tentang dirinya menurut keadaan yang
sesungguhnya. Jika gambaran diri seseorang yang dipahami semakin dekat dengan
keadaan yang sesungguhnya, maka individu tersebut semakin matang. Demikian juga
apa yang dipikirkan seseorang tentang dirinya, bila semakin dekat (sama) dengan
yang dipikirkan orang-orang lain tentang dirinya, berarti dia semakin matang.
Seseorang yang sehat akan terbuka pada pendapat orang lain dalam merumuskan
gambaran diri yang objektif. Seseorang yang memiliki objektivitas terhadap
dirinya, tidak mungkin memproyeksikan kualitas pribadinya kepada orang lain
(seolah-olah orang lain negatif). Seseorang yang sehat dapat menilai orang lain
dengan seksama dan biasanya dia diterima dengan baik oleh orang lain. Seseorang
yang sehat juga mampu menertawakan dirinya sendiri melalui humor yang sehat.
7.
Filsafat
Hidup
Seseorang yang sehat akan melihat ke depan,
didorong oleh tujuan dan rencana jangka panjang. Dia memiliki perasaan akan
tujuan, perasaan akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi
kehidupannya. Allport menyebut dorongan-dorongan tersebut sebagai keterarahan
(directness). Keterarahan itu membimbing semua segi kehidupan
seseorang menuju suatu atau serangkaian tujuan, serta memberikan alasan untuk
hidup. Seseorang membutuhkan tarikan yang tetap dari tujuan yang bermakna.
Tanpa itu mungkin seseorang mengalami masalah kepribadian. Kerangka dari
tujuan-tujuan itu adalah nilai, yang bersama dengan tujuan sangat penting dalam
rangka mengembangkan filsafat hidup. Memiliki nilai-nilai yang kuat merupakan
salah satu ciri seseorang yang sehat (matang).
Seseorang yang neurotis tidak memiliki nilai atau
memiliki nilai yang terpecah-pecah dan bersifat sementara dan tidak cukup kuat
untuk mempersatukan semua segi kehidupan. Suara hati seseorang sangat berperan
dalam menentukan filsafat hidupnya. Allport mengemukakan perbedaan antara suara
hati seseorang yang sehat (matang) dengan suara hati seseorang yang neurotis.
Seseorang yang tidak sehat, suara hatinya seperti pada kanak-kanak: patuh dan
membudak, penuh larangan dan batasan, bercirikan perasaan.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata
kepribadian (Personality) sesungguhnya berasal dari kata latin persona.
Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada toping yang biasa digunakan oleh
pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan peran perannya. Lambat laun
kata persona (personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada
gambaran sosial tertentu yang di terima oleh individu dari kelompok
masarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan
atau sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang di terima (koswara, 1991: 10). Allport
mendefinisikan kepribadian sebagai berikut:
“Personality
is the dynamic organization within the individual of those psychophysical
systems that determine his unique adjustments to hisenvironment”.
Secara
lebih rinci, Dahler (1983) mengemukakan pandangannya tentang tanda-tanda
keribadian orang yang sehat, di antaranya:
1.
Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan
orang lain.
2.
Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetapi berani.
3.
Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa
dirinya bersalah atau berdosa.
4.
Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat
kerja.
5.
Bersikap jujur terhadap diri sendiri.
6.
Mampu berdedikasi-penyerahan diri sendiri.
7.
Senang kontak dengan sesama.
B.
Saran dan
Kritik
f
Kami
selaku penulis hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari segala kekhilafan
dan kesalahan. Maaka dari itu kami sangat mengharap kepada pembaca agar mau
memberikan masukan kepada kami baik berupa saran maupun kritikan, yang sehingga
dapat memotifasi diri kami untuk makalah ini lebih baik dan sempurna.
[1] . M. Nur Ghufron,
Rini Risnawita S. Teori-Teori Psikologi. Ar-Ruzz Media: Jakarta. Hal:
129.
[2] . Alex Sobur. Psikolog
Umum. CV Pustaka Setia: Jakarta. Hal: 299-300.
[3] . M. Nur
Ghufron, Rini Risnawita S. Teori-Teori Psikologi. Ar-Ruzz Media:
Jakarta. Hal: 130.
[4] . Alex Sobur. Psikolog
Umum. CV Pustaka Setia: Jakarta. Hal: 312-314
[6] . Alex Sobur. Psikolog
Umum. CV Pustaka Setia: Jakarta. Hal: 355-356.
[8]
. http://rukantokas.wordpress.com/2010/09/16/mencapai-kepribadian-yang-matang/